Langsung ke konten utama

Jatuh Hati di Padalarang

Jatuh hati itu bisa kapan saja, di mana saja dan dengan apa saja. Pokoknya begitu cupid panah Aprodite sudah dilesatkan, bakal klepek-klepek nih hati. Makanya ada nasihat yang menyebutkan.

“Jaga Pandanganmu.”

Waduh, repot juga ya? Apalagi aku keseringan di jalan. Pandangan mata ini harus tajam dan jeli melihat situasi. Kalau tidak, bisa sruduk sana sruduk  sini deh. 

Nah, dalam perjalanan dari Tangerang-Bandung melalui Puncak, banyak yang aku lihat dan lalui. Pandangan mataku  tertambat pada satu titik di daerah Padalarang. Langsung deh Aprodite melesatkan cupid panahnya. Aku pun jadi jatuh hati. Jatuh hati pada pandangan pertama. Orang bilang dari mata turun ke hati.

Sawo Walanda (dokumen pribadi)

Saat pertama kali melihatnya aku sudah penasaran dengan tampilannya. Kuning cerah gitu. Pokoknya menariklah. Dalam hati bertanya-tanya.

 “Apaan tuh?”

Kalau sudah penasaran begini rasa ingin tahuku semakin meningkat. Kadarnya semakin tinggi kalau belum menghampiri dan bertanya-tanya. Jadilah aku hentikan laju motor ini untuk menghampiri salah satu titik yang membuatku penasaran.

“Bu, maaf. Ini apaan ya namanya?” tanyaku.

“Oh, ini Sawo Walanda namanya,” sahut si ibu penjual buah itu.

“Enak enggak Bu? Maaf ya Bu. Saya teh benar-benar enggak tahu. Maklum orang desa. Saya baru pertama melihat buah ini. Saya lihat dari jauh seperti buah pinang tapi kok besar. Banyak yang jual pula,” kata saya apa adanya.

Si ibu tampak senyum-senyum. Usianya yang kira-kira separuh abad lebih memperlihatkan guratan di pipi dan kelopak mata saat tersenyum. Dengan daster lusuh dan rambut diikat sekenanya, ia memotong salah satu buah. Tangan keriputnya tampak kokoh dan lincah memotong salah satu buah dari ikatan.

Dokumen pribadi

"Ini Neng silakan dicoba. Rasanya enak. Eneng pasti suka,” ujar si ibu sambil menyodorkan buah yang sudah dipotong tersebut.

“Makannya gimana, Bu?” tanyaku dengan polosnya.

“Dibelah saja pakai tangan. Empuk kok. Dan langsung makan gitu saja,” ujar si ibu.

“Kalau enggak enak, maaf ya Bu enggak jadi beli. Nanti enggak ada yang makan soalnya. Tapi tetap saya bayar Bu. Gak apa-apa,” kata saya sambil mencicipi buah yang sudah dibelah itu.

“Tenang saja, Neng. Nyobain gratis kok,” sahut si ibu.

Dokumen pribadi

Aku pun mulai menggigit perlahan si Walanda ini. Rasanya empuk dan lembut. Perpaduan buah alpukat dan ubi. Rasanya manis. Warna dagingnya sama dengan kulitnya. Kuning kunyit cerah gitu. Ehmmm, kayaknya aku suka nih. Sambil menikmati si Walanda aku pun segera bertanya-tanya pada embah goegle (Searching).

Oalaaaahh, ternyata si Sawo Walanda memang tidak ada dipasaran. Pantas aku baru tahu. Hanya ada di daerah Padalarang dan sekitarnya. Buah langka dong. Memang iya. Karena buah ini aslinya dari Mexico. Orang-orang Belanda tuh yang membawanya dari sana. Makanya orang pribumi menyebutnya Sawo Walanda. Sawonya orang Belanda. Ade aje ye orang kita. Pinter bener kasih julukan.

Padahal nama latin buah ini bagus loh! Pouteria Campechiana. Dalam bahasa Indonesia disebut buah Alkesa. Masyarakat Padalarang menyebutnya Sawo Walanda atau Sawo Mentega. Karena warnanya memang seperti mentega.

Begitu aku cari tahu manfaatnya. Wow, enggak salah nih kalau aku jadi jatuh hati. Banyak sekali manfaat si Walanda ini. Di antaranya :

-Mengatasi kanker usus
-Menaikkan stamina
-Mengatasi radang mulut
-Menguatkan tulang
-Memperlancar pencernaan
-Melindungi kesehatan mata
-Membantu pertumbuhan bayi
-Mengatasi sembelit

Melihat banyak sekali manfaatnya, aku jadi ingin tahu. Memang apa sih yang dikandung si Walanda ini? Ternyata si Walanda memiliki banyak kandungan kalori, kalsium, fosfor,vitamin C dan karoten. Walah, pantas saja memiliki banyak manfaat. Wajar kan kalau aku jadi jatuh hati?

Aku pun membeli dua ikat. Bukannya pelit. Untuk yang disuka sih gak ada itu pelit-pelit. Apalagi ini buah langka. Pengennya aku borong. Cuma bingung cara membawanya. Untuk kali ini cukuplah segitu dulu. Setidaknya aku sudah tahu, kemana hati ini tertuju saat bepergian ke Padalarang. Ke kamu. Ya, kamu Walanda.


#onedaayonepost
#desember2016
#harikesebelas
#jalanjalan
#kulinerseru









Komentar

  1. Wahhh jadi pengen nyoba juga... Kirim ke sini mbak ..😀😀😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ha-ha-ha.. Mba Lia saja ke sini nanti ta antar ke Padalarang. Yang jual cuma di sana.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Imlek: Saatnya Menikmati Kue Keranjang Goreng

Bagi masyarakat Tionghoa di mana pun berada, Perayaan Tahun Baru Imlek merupakan momen penting yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Namun pada masa Orde Baru masyarakat Tionghoa di Indonesia tidak bisa merayakan Imlek secara terbuka dan bebas. Karena memang dilarang. Hanya diperbolehkan dalam lingkup keluarga dan tertutup. Saya sejak kecil memiliki beberapa teman dekat dari kalangan Tionghoa. Sebab orang tua tidak memberi batasan kepada saya dalam bergaul dan memilih teman. Asal saya bisa membawa diri dan tidak mudah terpengaruh. Ketika teman-teman tersebut merayakan Imlek atau hari besar lainnya, mereka kerap membawakan kue-kue khas untuk saya. Salah satunya kue keranjang. Atau ada yang menyebutnya dengan sebutan dodol cina. Kue keranjang atau dodol cina (by PegiPegi.com) Jadi sebelum Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional pada tahun 2003 silam. Kemudian gaung perayaan Imlek mulai dikenal seperti sekarang ini. Saya sudah merasakan kemeriahan Imlek melalui teman

Sinom, Minuman Khas Surabaya Kaya Manfaat

Bagi kita yang tinggal di perantauan. Bisa menikmati kuliner khas daerahnya itu sesuatu yang sangat istimewa sekali. Rasanya seperti melepas kangen dengan si dia. Ayem, tentram rosone ati. Eaaaa.... Pokoknya begitulah. Segala upaya dilakukan agar bisa melepas kangen. Begitu juga dengan urusan kuliner. Sebisa mungkin dapat menikmati kuliner khas daerah asal. Sebagai orang Surabaya yang merantau di Jakarta, kemudian menetap di sini. Saya kerap merindukan rujak cingur, tahu campur dan lontong balap. Jenis makanan khas Surabaya yang tidak mudah ditemui. Sehingga butuh perjuangan untuk mendapatkannya. Awal-awal tinggal di Jakarta sempat bingung mencarinya. Begitu sudah mengetahui tempatnya tinggal meluncur saja ke lokasi. Cukup jauh dari kediaman saya. Tetapi demi "melepas rindu" dengan makanan khas daerah asal, maka jarak bukanlah penghalang. Bukankah demikian juga saat rindu dengan si dia? Itu untuk jenis makanan. Lalu adakah jenis minuman yang juga membuat saya

Joe's Grill Burger Ternyata "Kurang" Nendang.

Ups! Ternyata ya? Burger di Joe's Grill Restaurant itu kurang nendang? What's? Dokpri Jadi begini ceritanya teman. Hari Sabtu kemarin saya bersama teman-teman blogger yang tergabung dalam Blogger Burger , mengikuti kegiatan Workshop Videography  yang diadakan oleh Vlogger Id.  Acara berlangsung di Joe's Grill Restaurant Swiss-Belhotel Mangga Besar (SBMB), Jakarta Pusat.  Terbayang dong seperti apa suasananya? Hotel bintang 4 gitu loh. Dokpri Begitu tiba di lokasi acara, saya disambut dengan hangat oleh Bapak Muhammad Ismail Rauf selaku General Manager (SBMB), Ibu Melina Solehati Directory of Sales SBMB dan yang lainnya. Tak berapa lama setelah semua teman-teman blogger hadir. Mas Teguh Sudarisman dari Vlogger Id membuka acara yang dilanjutkan dengan sedikit kata sambutan dari Bapak Muhammad Ismail Rauf. Dokpri Puncak acaranya adalah melihat secara langsung proses pembuatan Texas BBQ Cheese Burger yang merupakan menu favorit di Joe's Gr