Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2016

Tumpeng ala Perempuan Berkebaya

Saat menghadiri ulang tahun Perempuan Berkebaya ke-2 di Bandung beberapa waktu yang lalu. Ada yang unik dari suguhan tumpeng yang disiapkan oleh panitia.  Dokumen pribadi Biasanya tumpeng itu kan dari nasi kuning dengan aneka lauk dan sayur disekelilingnya. Namun tidak untuk kali ini. Tumpeng yang disajikan terbuat dari puding dengan aneka buah mengelilingi sekitar tumpeng.  Ada potongan buah strobery, anggur, mangga dan nutrisi jelly. Wah, seru pokoknya. Dan unik pastinya. Acung jempol untuk panitia yang membuat dan pencetus ide ini. Kreatif. Bisa dijadikan inspirasi jika ingin membuat acara.  Meskipun kue tart dan tumpeng hanya tradisi saat merayakan ulang tahun atau syukuran. Rasanya seru saja bisa menyuguhkan sesuatu yang unik untuk dinikmati bersama. Yang penting doa dan pengharapan baik dari sebuah perayaan sebagai intinya tidak ditinggalkan.  #onedayonepost #desember2016 #harike-24 #tumpengseru #ultahpb

Sekoteng, Minuman Khas di Cuaca Dingin

Ting...ting.. ting... adalah bunyi tukang sekoteng yang lewat. Berasal dari bunyi mangkok yang di pukul pakai sendok. Sekoteng merupakan minuman jahe yang di dalamnya berisi campuran aneka makanan. Ada potongan roti tawar, kacang tanah, kacang hijau dan bubur mutiara yang berwarna merah jambu. Sekoteng (dokpri) Pedagang sekoteng biasanya malam hari baru ada. Semakin malam semakin di cari orang. Karena aroma dan pedas jahenya bisa menghangatkan tubuh. Dulu saat saya masih kecil cukup sering mendengar tukang sekoteng lewat. Dengan bunyinya yang khas itu. Tetapi sekarang sudah jarang. Bukan berarti tak ada pedagang sekoteng lagi. Pedagang sekoteng (dokpri) Masih ada. Hanya sekarang kalau kepengin sekoteng mesti nyari abang penjualnya. Kalau menunggu dengan duduk manis di rumah niscaya bikin senewen. Karena untung-untungan. Bisa lewat bisa enggak. Keliling kampung pun demikian,untung-untungan juga. Tapi lebih ada peluang karena biasanya ada yang mangkal di suatu tempat. Menikmati sekoteng

Sate Kelinci nan Gurih

Pernah mendengar nama gang kelinci? Pernah dong. Itu nama gang yang populer dijadikan judul lagu kok. Jadi sudah pasti tahu meskipun belum pernah singgah ke gang kelinci. Kalau sate kelinci tahu juga kan? Tahulah pastinya. Sudah tak asing juga kok. Meskipun tak semudah sate ayam atau sate kambing menjumpainya. Di beberapa tempat wisata biasanya ada yang menjual sate kelinci. Saya pertama mencicipi sate kelinci saat berada di Grojogan Sewu, Tawamangun. Suasana di sana kan dingin. Karena memang daerah pegunungan. Sudah gitu mainnya di air terjun. Lapar pastinya sesudah berjalan-jalan di sana. Banyak penjaja makanan di sekitar sana. Tapi saya memilih sate kelinci. Karena saat itu belum pernah mencoba. Seperti apa rasanya. Padahal dalam hati kasihan juga kalau ingat kelinci yang lucu itu. Nah, ketika pesanan sate saya datang. Pertama komentar yang keluar dari bibir saya adalah satenya kecil-kecil. Daging yang ada di tusuk sate tidak sebesar daging ayam atau kambing. Pesan sepuluh tusuk

Tahu Serasi Bandungan yang Menggoda Selera

Salah satu hal menarik ketika melakukan perjalanan adalah mencicipi makanan khas daerah yang disinggahi. Saat dalam perjalanan menuju Surabaya melalui Temanggung, saya belokkan arah melalui Ungaran terlebih dulu. Tidak langsung mengarah ke Semarang. Karena saya ingin melihat geliat jalan Bandungan.  Tahu serasi (dokpri) Ya, jalan Bandungan yang menginspirasi seorang sastrawan Nih.Dini membuat novel berjudul sama. Saya yang juga menggemari karya-karya beliau ingin sekali merasakan suasana jalan Bandungan. Dan inilah kesempatan yang tepat. Karena beberapa kali melalui jalan ini tetapi tak pernah singgah sekali pun.  Saat itu hari sudah menjelang sore. Jalan menuju Bandungan tampak macet total. Untungnya saya mengendarai motor jadi bisa meliuk-liuk mencari celah di antara kemacetan jalan. Saya langsung mencari tempat untuk parkir kendaraan. Dan dapat di sekitar pasar kembang.  Bandungan memang terkenal dengan pasar kembangnya. Sore itu tampak pedagang kembang baru saja menggelar dag

Nasi Goreng Padang

Saat perjalanan melalui Puncak dari Bandung menuju Tangerang, saya sempat terjebak macet karena sistem buka tutup. Dalam suasana hujan rinai-rinai dan malam sudah menyelubungi bumi. Perut ini secara alami berteriak-teriak minta diisi alias lapar. Saya perhatikan sekeliling mencari tempat makan yang bisa disinggahi. Tetapi di kanan kiri jalan yang tampak hanya toko oleh-oleh dan warung kopi. Kalau pun ada makanannya paling indomie dan roti bakar. Nasi goreng Padang (dokpri) Jika tidak dalam kondisi lapar mungkin tak masalah. Tetapi saat ini rasanya sepotong roti gak bakalan nendang. Apalagi perjalanan saya masih jauh. Maka saya coba maju perlahan untuk melihat adakah warung lain yang lebih mengenyangkan. Dan tampaklah dikejauhan warung nasi goreng pinggir jalan. Tetapi nasi goreng Padang. Sejujurnya saya kurang suka nasi goreng. Apalagi nasi goreng Padang yang belum pernah saya mencicipinya. Macem mana pula rasanya. Masakan Padang itu kan terkenal berani bumbu.  Tetapi dalam keadaan k

Bika Padang

Saya itu bukan termasuk orang yang lapar mata. Apa-apa yang dilihat terus jadi  kepengin. Namun saya orang yang suka penasaran dengan sesuatu yang baru atau aneh. Menurut kacamata saya loh. Dokumen pribadi Nah, dalam perjalanan pulang dari beraktifitas, tanpa sengaja mata saya melihat papan bertuliskan Bika Padang. Wah, penasaran dong. Macem mano bentuk dan rasanyo? Selama ini yang saya tahu dan pernah makan ya Bika Ambon. Kalau Bika Padang baru ini tahunya. Kudet ya saya? Memang.  Biar tidak penasaran, berhentilah saya di warung penjual Bika Padang itu. Dokumen pribadi “Berapo Uni harga satunyo?” kata saya. “Tigo ribu,” jawab si Uni. “Bungkuskan tigo sajo yo Uni!” kata saya lagi. Karena belum pernah tahu rasanya, cukuplah beli tiga sebagai permulaan. Sambil menunggu kuenya dibungkus saya minta ijin memotret warung tersebut. Barangkali suatu hari ada yang kepengin jadi saya tidak susah mencari tempatnya. Begitu tiba di rumah, saya segera mencicipi kue yang baru saya beli itu. Be

Gatot, Cenil dan Kawan-kawan

Gatot dan Cenil yang saya maksud di sini adalah sejenis makanan. Bukan nama orang. Mungkin tidak semua orang mengenal jenis penganan satu ini. Tapi sebagai orang Jawa sungguh terlalu jika tak mengetahuinya. Karena penganan ini berasal dari Jawa. Di pasar-pasar tradisional Jawa banyak dijumpai pedagang makanan ini. Setiap pagi ada yang menjadikannya sebagai menu sarapan pagi. Dengan ditemani segelas teh tubruk. Dokumen pribadi Saya yang pernah merasakan tinggal di Jawa tidak merasa aneh dengan penganan ini. Enak-enak saja. Meski ada jenis makanan ini yang warnanya hitam, kenyal. Gatot namanya. Keren ya? Ada lagi yang warnanya merah muda dan kenyal juga, namanya Cenil. Nah, mereka ini ditemani dengan kawan-kawan lainnya seperti tiwul, ketan dan getuk jika sudah disatukan dalam piring, dengan ditaburi kelapa parut dan gula halus, rasanya enak. Bersatunya mereka masuk dalam jajaran jajanan pasar. Agak jarang ditemui lagi sih pedagang penganan ini. Padahal ini jenis makanan yang cukup en

Jatuh Hati di Padalarang

Jatuh hati itu bisa kapan saja, di mana saja dan dengan apa saja. Pokoknya begitu cupid panah Aprodite sudah dilesatkan, bakal klepek-klepek nih hati. Makanya ada nasihat yang menyebutkan. “Jaga Pandanganmu.” Waduh, repot juga ya? Apalagi aku keseringan di jalan. Pandangan mata ini harus tajam dan jeli melihat situasi. Kalau tidak, bisa sruduk sana sruduk  sini deh.  Nah, dalam perjalanan dari Tangerang-Bandung melalui Puncak, banyak yang aku lihat dan lalui. Pandangan mataku  tertambat pada satu titik di daerah Padalarang. Langsung deh Aprodite melesatkan cupid panahnya. Aku pun jadi jatuh hati. Jatuh hati pada pandangan pertama. Orang bilang dari mata turun ke hati. Sawo Walanda (dokumen pribadi) Saat pertama kali melihatnya aku sudah penasaran dengan tampilannya. Kuning cerah gitu. Pokoknya menariklah. Dalam hati bertanya-tanya.  “Apaan tuh?” Kalau sudah penasaran begini rasa ingin tahuku semakin meningkat. Kadarnya semakin tinggi kalau belum menghampiri dan bertanya-tanya. Jadi